hehhe apa kabar blog ku?? aahh lama tak jumpa, kini kau dipenuhi sarang laba-laba..
huahahhahha :D
Sekali lagi, salah satu karyaku diterbitkan dalam sebuah buku (huaha padahal hanya sebuah cerita). Kalau kemarin sebuah puisi yang entah pembaca faham maknanya atau tidak, kali ini sebuah cerita (yah lebih panjang lah).. huahhaha
Hanya sebuah cerita pendek yang kubuat berdasarkan kisah seseorang dan ditambahi bumbu-bumbu penyedap (ceritanya dimodifikasi gitu..) agar lebih menarik.. hihihih
Selamat Membaca :)
Salahkah ‘bersalah’?
September 2016
September 2016
“Mencari ilmu itu
adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan” (HR. Ibnu
Abdil Barr)
Salah satu fitrah manusia
adalah ‘kepandaian’, menjadikannya makhluk bernyawa yang memiliki akal sehat
dan rasa ingin tahu yang tinggi. Dimana keingintahuan ini mendorong manusia
untuk terus mencari tahu, maka sepantasnya bila manusia menuntut ilmu dan terus
melakukan penelitian.
Sedari kecil, manusia
sudah menunjukkan rasa keingintahuan ini. Bilamana seorang bayi menggenggam
benda yang baru dilihat maka dia akan menggigitnya untuk mencari tahu benda apa
itu. Namun perlu diingat bahwa dalam proses mencari tahu terkadang manusia
membuat kesalahan, dimana hal ini sering terjadi.
“What’s wrong for being wrong??” Apa salahnya ‘bersalah’??
Membuat kesalahan
merupakan salah satu cara terbaik dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa
menjadi bisa. Contoh kecilnya bisa dilihat pada proses belajar berjalan anak
kecil. Sang anak akan berdiri dengan bantuan kedua tangannya, melangkah dengan
tertatih, tersandung dan kemudian terjatuh, berusaha bangkit, melangkah dan
terjatuh lagi, begitu seterusnya hingga dia bisa berlari dengan kencangnya. Meski
berkali-kali membuat kesalahan, sang anak bisa sukses pada akhirnya. Ingat “sebuah
kesuksesan tidak akan lepas dari proses membuat kesalahan”. Sebuah kisah
berikut menjadi contohnya. Kisah seorang gadis berparas cantik yang percaya bahwa
nilai yang tinggi adalah segalanya. Panggil dia Aisyah.
Kisahnya bermula saat
Aisyah mengikuti ujian tanpa persiapan yang matang. Membuka buku saja tidak,
apalagi membaca pelajaran. Dengan penuh percaya diri, bermodalkan handphone dia memasuki ruang ujian. Menelusuri deretan bangku kelas
sembari mencari sesuatu, hingga beberapa detik kemudian dia sudah memasang
posisi duduk yang manis di tempat yang bertuliskan namanya “Nurul Aisyah Binti
Muhammad”.
Bel tanda masuk pun
terdengar, setiap siswa mulai berkomat-kamit membaca seraya menghapal
pelajaran, hanya Aisyah yang duduk tenang. 10 menit kemudian, seorang guru memasuki
ruangan dengan membawa amplop coklat berisi soal dan lembar jawaban. Hanya
dalam waktu 10 menit, soal dan lembar jawaban telah berpindah ke meja setiap
siswa termasuk Aisyah. Mereka mulai membaca dan menjawab pertanyaan dengan
serius, kecuali Aisyah yang menoleh ke kanan dan kiri, mencari kesempatan untuk
membaca pesan yang sudah masuk di hp-nya. 1, 2, 3, .... dan 16 pertanyaan beres
dengan mudah. Hingga pertanyaan 17, dia ketangkap basah oleh pengawas. Tak butuh
waktu lama, hp itu sudah berpindah tangan sekarang. Kepercayaan diri Aisyah
mulai menguap dan hilang entah kemana. Dia tak tahu lagi harus menjawab apa
pada lembar jawaban. Segala yang diketahuinya hanya cara melihat kunci jawaban
di hp-nya. Aahhh.. sangat disayangkan, gadis berparas cantik memiliki tingkah
laku demikian.
Masa ujian akhir semester
telah berlalu, semua nilai siswa telah diumumkan di kelas, termasuk kelas
Aisyah. Beberapa siswa termasuk Aisyah remedial pada mata pelajaran dimana dia
telah berbuat curang. Remedial sih tak masalah karena artinya masih ada
kesempatan kedua, akan tetapi tidak bagi Aisyah. Rasa malu yang diperoleh sejak
hari itu membuatnya terus merasa bersalah. Bagimana tidak? Ayahnya adalah seorang
guru terpandang di sekolah itu. Di-bully teman
masih bisa dia terima, tapi disaat ayahnya diremehkan membuatnya begitu marah. Mencoreng
nama baik sang ayah, membuatnya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang
sama. Jelas butuh waktu lama untuk melaluinya, namun dengan tekad kuat serta
tak kenal menyerah, tanpa kenal waktu, Aisyah terus belajar dan belajar, berdoa
dan berdoa hingga dia berhasil menjadi juara umum di sekolahnya. Membuktikan
kalau dia bisa karena ‘jujur’ ternyata lebih menyenangkan. Terlebih ketika
ayahnya bisa bangga dengan apa yang dicapainya. Ahh.. kau tak akan tahu
seberapa senangnya dia.
Lihat kesuksesan ini tidak akan terjadi jika dia tidak
pernah salah. So, what’s wrong for being
wrong?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar