Senin, 08 Mei 2017

Salahkah 'bersalah'??

Assalamu'alaikum..
hehhe apa kabar blog ku?? aahh lama tak jumpa, kini kau dipenuhi sarang laba-laba..
huahahhahha :D

Sekali lagi, salah satu karyaku diterbitkan dalam sebuah buku (huaha padahal hanya sebuah cerita). Kalau kemarin sebuah puisi yang entah pembaca faham maknanya atau tidak, kali ini sebuah cerita (yah lebih panjang lah).. huahhaha

Hanya sebuah cerita pendek yang kubuat berdasarkan kisah seseorang dan ditambahi bumbu-bumbu penyedap (ceritanya dimodifikasi gitu..) agar lebih menarik.. hihihih

Selamat Membaca :)






Salahkah ‘bersalah’? 
September 2016  


“Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan” (HR. Ibnu Abdil Barr)

Salah satu fitrah manusia adalah ‘kepandaian’, menjadikannya makhluk bernyawa yang memiliki akal sehat dan rasa ingin tahu yang tinggi. Dimana keingintahuan ini mendorong manusia untuk terus mencari tahu, maka sepantasnya bila manusia menuntut ilmu dan terus melakukan penelitian.

Sedari kecil, manusia sudah menunjukkan rasa keingintahuan ini. Bilamana seorang bayi menggenggam benda yang baru dilihat maka dia akan menggigitnya untuk mencari tahu benda apa itu. Namun perlu diingat bahwa dalam proses mencari tahu terkadang manusia membuat kesalahan, dimana hal ini sering terjadi.

“What’s wrong for being wrong??” Apa salahnya ‘bersalah’??

Membuat kesalahan merupakan salah satu cara terbaik dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Contoh kecilnya bisa dilihat pada proses belajar berjalan anak kecil. Sang anak akan berdiri dengan bantuan kedua tangannya, melangkah dengan tertatih, tersandung dan kemudian terjatuh, berusaha bangkit, melangkah dan terjatuh lagi, begitu seterusnya hingga dia bisa berlari dengan kencangnya. Meski berkali-kali membuat kesalahan, sang anak bisa sukses pada akhirnya. Ingat “sebuah kesuksesan tidak akan lepas dari proses membuat kesalahan”. Sebuah kisah berikut menjadi contohnya. Kisah seorang gadis berparas cantik yang percaya bahwa nilai yang tinggi adalah segalanya. Panggil dia Aisyah.

Kisahnya bermula saat Aisyah mengikuti ujian tanpa persiapan yang matang. Membuka buku saja tidak, apalagi membaca pelajaran. Dengan penuh percaya diri, bermodalkan handphone dia memasuki  ruang ujian. Menelusuri deretan bangku kelas sembari mencari sesuatu, hingga beberapa detik kemudian dia sudah memasang posisi duduk yang manis di tempat yang bertuliskan namanya “Nurul Aisyah Binti Muhammad”.

Bel tanda masuk pun terdengar, setiap siswa mulai berkomat-kamit membaca seraya menghapal pelajaran, hanya Aisyah yang duduk tenang. 10 menit kemudian, seorang guru memasuki ruangan dengan membawa amplop coklat berisi soal dan lembar jawaban. Hanya dalam waktu 10 menit, soal dan lembar jawaban telah berpindah ke meja setiap siswa termasuk Aisyah. Mereka mulai membaca dan menjawab pertanyaan dengan serius, kecuali Aisyah yang menoleh ke kanan dan kiri, mencari kesempatan untuk membaca pesan yang sudah masuk di hp-nya. 1, 2, 3, .... dan 16 pertanyaan beres dengan mudah. Hingga pertanyaan 17, dia ketangkap basah oleh pengawas. Tak butuh waktu lama, hp itu sudah berpindah tangan sekarang. Kepercayaan diri Aisyah mulai menguap dan hilang entah kemana. Dia tak tahu lagi harus menjawab apa pada lembar jawaban. Segala yang diketahuinya hanya cara melihat kunci jawaban di hp-nya. Aahhh.. sangat disayangkan, gadis berparas cantik memiliki tingkah laku demikian.

Masa ujian akhir semester telah berlalu, semua nilai siswa telah diumumkan di kelas, termasuk kelas Aisyah. Beberapa siswa termasuk Aisyah remedial pada mata pelajaran dimana dia telah berbuat curang. Remedial sih tak masalah karena artinya masih ada kesempatan kedua, akan tetapi tidak bagi Aisyah. Rasa malu yang diperoleh sejak hari itu membuatnya terus merasa bersalah. Bagimana tidak? Ayahnya adalah seorang guru terpandang di sekolah itu. Di-bully teman masih bisa dia terima, tapi disaat ayahnya diremehkan membuatnya begitu marah. Mencoreng nama baik sang ayah, membuatnya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Jelas butuh waktu lama untuk melaluinya, namun dengan tekad kuat serta tak kenal menyerah, tanpa kenal waktu, Aisyah terus belajar dan belajar, berdoa dan berdoa hingga dia berhasil menjadi juara umum di sekolahnya. Membuktikan kalau dia bisa karena ‘jujur’ ternyata lebih menyenangkan. Terlebih ketika ayahnya bisa bangga dengan apa yang dicapainya. Ahh.. kau tak akan tahu seberapa senangnya dia. 

Lihat kesuksesan ini tidak akan terjadi jika dia tidak pernah salah. So, what’s wrong for being wrong?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar